CATATAN.CO.ID, Sampit – Perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI), Friesmount Wongso mengungkapkan, praktik korupsi yang terjadi di desa kerap menggunakan modus lama.
Ia menyampaikannya saat menjadi Ketua Tim Observasi Desa Anti Korupsi KPK RI pada Audiensi Calon Desa Anti Korupsi. Audiensi itu digelar di Aula Sei Mentaya, Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pembangunan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Kotim, Jumat, 3 Maret 2023.
Disebutkannya, modus korupsi di pemerintahan desa sebenarnya merupakan modus lama tapi terus diulang-ulang. Seperti penggembungan anggaran, proyek fiktif, penggelapan, hingga penyalahgunaan anggaran di pemerintahan desa.
“Seharusnya anggaran untuk proyek A. Ternyata, di-switch ke proyek B, dll. Atau misalnya, ada keluarga yang punya toko bangunan disuruh naikan atau dimainkan harga material yang dibutuhkan oleh desa bersangkutan,” jelas Friesmount.
Karenanya ia menjelaskan, KPK RI berupaya menekan angka kasus korupsi hingga ke pemerintahan desa, melalui program Desa Anti Korupsi. Ia menyampaikan pada 2023 ini, KPK akan memilih 22 Desa Anti Korupsi dari 22 provinsi di seluruh Indonesia.
“Tahun 2023, dari 6 desa yang dilakukan observasi di Kalimantan Tengah, hanya 1 yang akan ditentukan untuk menjadi Desa Anti Korupsi oleh KPK,” ujar Friesmount.
Khusus untuk di Kotim, ada dua desa yang diusulkan untuk menjadi Desa Anti Korupsi, yakni Desa Mekar Jaya di Kecamatan Parenggean dan Desa Bagendang Hilir di Kecamatan Mentaya Hilir Utara.
Bupati Kotim, Halikinnor yang juga hadir pada Audiensi Calon Desa Anti Korupsi tersebut berharap, meskipun desa yang diusulkan tersebut tidak terpilih sebagai Desa Anti Korupsi nantinya, KPK tetap memberikan Bimbingan Teknis (Bimtek) kepada desa-desa yang diusulkan tersebut.
“Kalaupun nantinya, desa itu tidak terpilih, kami berharap untuk mendapatkan bimbingan teknis agar desa-desa tersebut tetap bisa menjadi contoh Desa Anti Korupsi,” demikian Halikinnor. (C10)