CATATAN.CO.ID, Sampit – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kini tengah melakukan penyelidikan menyusul adanya desakan warga agar Kepala Desa (Kades) Ujung Pandaran, Taufik, dicopot dari jabatannya. Desakan ini muncul karena dugaan ketidaktransparanan dalam penyaluran dana perusahaan besar swasta (PBS) serta janji kampanye yang tidak dipenuhi.
Kepala DPMD Kotim, Raihansyah, menyatakan bahwa pihaknya baru menerima laporan terkait masalah ini dan sedang mengumpulkan informasi lebih lanjut. “Kami baru mendapat informasinya pagi ini, dan masih perlu mengecek kebenaran serta menelusuri lebih detail sebelum mengambil keputusan,” ujar Raihansyah, Jumat, 11 Oktober 2024.
Permasalahan ini mencuat setelah video protes warga beredar di media sosial, tepatnya di Facebook, yang memperlihatkan sekelompok warga berkumpul di balai desa. Dalam video tersebut, warga mengekspresikan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Kades Taufik, terutama terkait penyaluran dana PBS yang dinilai tidak transparan.
Menurut warga, saat rapat terbuka mengenai dana tersebut, disebutkan bahwa setiap kepala keluarga (KK) di Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit, akan menerima Rp1.072.000. Namun, warga menyebutkan bahwa jumlah dana yang diterima tidak sesuai dengan kesepakatan. Sebagian dana dikabarkan dialokasikan untuk pembangunan masjid, namun hanya Rp8 juta yang disalurkan, sehingga memicu kemarahan warga.
Selain masalah dana, warga juga mengungkit janji-janji yang disampaikan Kades Taufik selama kampanye. Banyak janji tersebut dianggap belum terealisasi, menambah kekecewaan warga dan memunculkan desakan agar kades segera diberhentikan dari jabatannya.
Merespons keluhan warga, DPMD Kotim segera melakukan langkah investigasi untuk memastikan keakuratan informasi. “Kami akan berkoordinasi dengan pihak kecamatan setempat untuk mendapatkan data yang lebih komprehensif dan memastikan langkah yang diambil sesuai prosedur,” jelas Raihansyah.
Raihansyah juga menegaskan bahwa pemberhentian kepala desa tidak bisa dilakukan secara sepihak. Ada tiga alasan yang sah menurut aturan yang bisa menyebabkan seorang kepala desa diberhentikan: mengundurkan diri, meninggal dunia, atau terkena kasus pidana dengan putusan inkrah. Di luar itu, pemberhentian harus melalui mekanisme yang jelas dan membutuhkan bukti kuat.
Jika kades dianggap tidak menjalankan tugasnya dengan baik, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus terlebih dahulu melakukan rapat internal sebelum mengajukan pemberhentian. Prosedur ini penting untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil sesuai dengan aturan dan tidak berdasarkan tuntutan sepihak.
“Kami harap masyarakat bersabar dan menunggu hasil investigasi yang kami lakukan. Semua langkah selanjutnya akan diambil berdasarkan data dan fakta yang akurat,” tambah Raihansyah.
Taufik sendiri adalah Kades Ujung Pandaran yang terpilih dalam pemilihan serentak yang melibatkan 76 desa di Kotim pada tahun 2023. (C4)