CATATAN.CO.ID, Sampit – Pasca-aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Kotawaringin Timur, PT Menteng Jaya Sawit Perdana (MJSP) angkat bicara terkait berbagai tudingan yang dilayangkan kepada mereka. Bahkan mereka juga membantah telah mengerahkan alat berat untuk membabat lahan yang diduga berada di kawasan hutan, itu ditegaskan legas perusahaan Yasmin, Jumat, 21 Januari 2022.
Menurut Yasmin tudingan masyarakat terhadap perusahaan di PT MJSP yang menurut kelompok masyarakat diduga kuat melakukan pelanggaran hukum, memasuki kawasan hutan tanpa izin sangat tidak benar.
“Kami tidak tahu apakah ini perusahaan yang melakukan, ini tidak jelas,” kata Yasmin.
Terkait adanya aktivitas alat berat tanpa izin di kawasan hutan, sampai kini mereka tidak ada menurunkan alat berat dalam kawasan hutan (hutan tanaman rakyat) dimaksud.
Dijelaskan Yasmin, dalam Gapoktanhut Bagendang Raya itu ada pengurus Gapoktan yang diketuai Dadang dan sekretarinsya Iswanur, terkait alat berat itu merekapun hanya dengar informasi saja.
Di mana PT MJSP selama ini kata dia hanya bekerjasama di kebun sawit saja, terkait adanya penurunan alat berat untuk penananam pohon Akasia diakuinya itu kerjasama antara pihak Gapoktanhut dengan perusahaan lain tanpa melibatkan mereka.
“Kita tidak mengurus soal kerjasama itu, kami hanya menyangkut perkebunan kelapa sawit saja,” ucapnya.
Pernyataan itu diungkapkan Yasmin, membantah tudingan adanya penanaman pohon Akasia itu sebagai modus untuk mengaburkan permasalahan areal perkebunan mereka tersebut yang berada alam HTR.
Sementara itu terkait pajak, kata dia perusahaan taat hukum, dan buah sawit jika di panen mereka bayar sesuai perhitungan, begitu juga Amdal mereka sudah mengantonginya.
“Terkait kawasan sudah kami selesaikan,” tegasnya.
Terkait dilaporkannya sejumlah warga kaat Yasmin bukan atas laporan perusahaan meliankan dari Gapoktanhut.
Dijelaskan Yasmi lahan sawit yang mereka tanam beradara dalam HTR, di mana pemiliknya Gapoktanhut dan mereka dapat hasil di situ karena ada MoU, manakala ada pencurian maka perushaan tidak punya hak melapor.
“Terjadi pencurian pelapornya pengurus gapoktan bukan perusahaan, karena pencurian itu terjadi di lapangan,” tukasnya.
Selain itu kata dia proses hukum pencurian yang dilakukan mereka anggap hak aparat menindaknya, apalagi jika mereka tidak pernah menanam di situ.
“Menurut kami tidak boleh ambil hak orang,” tukasnya.
Yasmin juga menyebutkan hasil pembagian hasil kebun selalu rutin mereka berikan kepada pengurus, manakala jika tidak ada masyarakat yang sebagai kelompok tani tidak menerima maka itu bukan ranah mereka lagi, dan itu pertangungjawabannya ada pada internal pengurus.
Saat ditanya apakah akan segera melakukan mediasi pasca masalah itu, mereka mengaku tidak akan melakukan, karena selama ini baik dengan Gapoktan maupun pihak desa soal kesepakatan mereka itu tidak pernah ada masalah.
Masalah ini terjadi dirinya menuding karena ada oknum tertentu yang memanfaatkannya dengan cara melanggar hukum. (C4)