Warga Keluhkan Adanya Preman Parkir di Kawasan SPBU Jalan Tjilik Riwut Km 8 Sampit

1000060044
Suasana SPBU Jalan Tjilik Riwut Km 8 Sampit saat tidak ada BBM jenis Solar.

CATATAN.CO.ID, Sampit – Warga yang berada di sekitar SPBU Jalan Tjilik Riwut, Km 8, Kelurahan Baamang Hulu, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mengeluh dengan adanya oknum preman pengelola parkir di kawasan tersebut.

Hal itu dikarenakan para preman membuat tarif yang tidak sesuai dengan aturan yang diberikan Dinas Perhubungan (Dishub). Bahkan akibat banyaknya truk yang mengantre membuat tanah dikawasan tersebut rusak.

”Awal adanya SPBU disini, masyarakat yang mengelola parkir. Sekali mengisi, para sopir dipungut biaya parkir hanya Rp 10 ribu. Itu pun hasilnya disalurkan ke lingkungan RT setempat, untuk membeli tanah keperluan jalan, maupun kegiatan sosial lainnya,” ucap warga setempat, Edy, Minggu, 17 Maret 2024.

Ia melanjutkan, pengelolaan parkir yang dilakukan masyarakat tidak berangsur lama lantaran ada oknum preman yang memegang atau memiliki izin kelola parkir dari dinas bersangkutan. Hal ini pun merubah segalanya, tarif parkir menjadi tinggi, namun tidak ada sumbangsih untuk masyarakat.

Hal ini pun membuat 31 warga menandatangani surat pernyataan keberatan dan meminta agar Dishub Kotim mencabut izin pengelolaan parkir di kawasan tersebut.

Tarif parkir dari Dishub yakni Rp 5 ribu untuk truk ukuran sedang, sementara ukuran besar sekitar Rp 10 ribu. Dari hasil pantauan Catatan.co.id dilapangan selama satu minggu, biaya parkir di lokasi tersebut untuk truk pelangsir solar dikenakan tarif mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu. Sementara untuk para sopir truk umum dikenakan tarif bervariatif, yang tertinggi adalah Rp 350 ribu.

Namun para sopir truk umum tetap memilih melakukan pembayaran tarif parkir tersebut agar bisa mengisi BBM. Sebab, dari perhitungan, membeli solar di eceran lebih mahal dibandingan beli di pom bensin meski ditambah biaya parkir.

Ada dua oknum yang menjadi preman parkir di kawasan ini. Bahkan parahnya mereka mengantongi izin dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kotim. Bahkan ada warga yang mengatakan jika para preman tersebut kerap kali memberikan setoran kepada oknum pegawai Dishub Kotim dan oknum polisi.

Kepala Dishub Kotim, Suparmadi tidak banyak berkomentar terkait hal ini. Dirinya hanya mengatakan Dishub memiliki wewenang memberikan izin untuk mengelola parkir dibahu jalan.

”Ada pungli atau tidak itu bukan wewenang Dishub. Kami sudah memberikan tarif sesuai aturan. Jik ada pungli, itu tanggungjawab pengelola parkir,” lanjutnya.

Terpisah, Pengurus SPBU, Hamli mengatakan, dirinya tidak memiliki urusan dengan para preman pengelola parkir. Sebab hal tersebut diluar kawasan tempatnya bekerja. ”Saya hanya mengurus yang ada di dalam SPBU. Terkait parkiran di luar SPBU, saya tidak ikut campur,” ucapnya saat ditemui di ruang kerja.

Saat ditanyakan terkait apakah ada pelangsir solar maupun pertalite, dirinya berdalih pihak SPBU sudah menjalankan jual beli BBM sesuai prosedur. ”Pembelian solar disini sudah digitalisasi. Apabila nomor plat nya terdaftar sebagai penerima subsidi, maka bisa beli, apabila tidak, maka tidak bisa,” dalihnya.

Namun nampak di lapangan terlihat adanya akal-akalan. Sopir truk dan operator di SPBU tersebut diduga sudah saling terkoneksi. Sebab satu unit truk bisa menggunakan 2 hingga 3 plat yang berbeda. Namun tetap bisa membeli solar subsidi.

”Pengelola parkir disini juga ada menyediakan plat apabila pelangsir ingin membeli solar lagi. Jadi percuma saja ceritanya digitalisasi tapi tetap diakali. Ini harus ditindak, agar BBM subsidi tepat sasaran,” tutur warga yang enggan namanya disebutkan.

Dilanjutkannya, kawasan pom bensin akan sepi dari parkiran truk apabila solar yang dijual sudah habis, saat solar belum datang dari pertamina, ada audit, dan razia besar dari aparat kepolisian. (C19)

BERITA TERKAIT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *