CATATAN.CO.ID, Sampit – Pagi yang cerah diiringi angin yang sejuk menemani para siswa-siswi Upacara Bendera di Sekolah Luar Biasa Negeri atau SLBN 1 Sampit setiap hari Senin, pukul 07.30 WIB.
Para dewan guru merapikan serta memberikan arahan bagi seluruh anak didiknya untuk berbaris dengan rapi pada saat Upacara Bendera.
Ada sedikit penolakan dari beberapa siswa-siswi yang tidak ingin berbaris, tetapi dengan hati yang tulus dan senyum yang dipancarkan oleh seorang guru membuat hati seorang siswa-siswi luluh dan mengikuti arahan yang diberikan.
“Ayo Nak baris dengan rapi, agar upacara bisa dimulai,” ucapnya dengan penuh senyuman sambil memegang tangan mungil siswanya.
Suara nyanyian Lagu Indonesia Raya yang indah dan terdengar lantang dari para guru dan para siswa-siswi SLBN 1 Sampit, menandakan Upacara telah dimulai, dari seragam putih merah sampai dengan putih abu dengan seksama mengikuti alur.
Setelah Upacara Bendera selesai, seorang guru nan cantik yang bernama Nur Kumala dengan menggunakan seragam putih hitam meminta kepada seluruh siswa-siswi untuk memasuki ruangan kelas masing-masing.
Nur Kumala (24) merupakan seorang guru honorer yang bekerja di SLBN 1 Sampit kurang lebih 2 tahun lamanya.
“Cita-cita saya sedari kecil memang ingin menjadi seorang guru, kuliah saya juga jurusan pendidikan dan alhamdullilah saya keterima kerja di sini menjadi guru SMA,” ujarnya.
Sebelum menjadi guru dirinya pernah bekerja mengasuh seorang anak yang berkebutuhan khusus (autis) selama satu bulan lamanya.
“Mereka ini (anak berkebutuhan khusus) memiliki dunianya sendiri dan fokus kebahagian dirinya mereka, berbeda dari anak-anak biasanya,” ujarnya lagi
Sebulan lamanya dirinya bekerja menjaga anak disibilitas, dirinya mendapatkan info ada lowongan untuk menjadi guru di SLBN 1 Sampit, dan keterima menjadi guru dengan status honorer.
“Saya sangat senang sekali bekerja disini dan bisa bertemu mereka, pelukan dan senyuman mereka itu tulus dari hati mereka masing-masing tanpa di buat-buat,” katanya.
Selama dirinya mengajar di SLBN 1 Sampit, yang paling berat dihadapi adalah anak-anak autis.
“Anak berkebutuhan autis sangat hiperaktif, sehingga terkadang bisa melukai diri mereka sendiri dan tugas kami adalah mengatasi agar mereka ini mampu mengendalikan diri meraka,” jelasnya lagi.
Saat proses pembelajaran Nur Kumala pernah merasa sedih dan merasa belum memberikan yang terbaik untuk siswa-siswinya.
Proses pengajaran saat ini di SLBN 1 Sampit, satu orang guru mengajar satu kelas yang dimana satu kelas tersebut diisi oleh siswa-siswi yang berkebutuhan khusus seperti autis, tuna rungu, tuna netra, tuna grahita.
hal tersebut kami lakukan karena di Kotim sendiri masih kekurangan guru SLB, dan sekarang ada tambahan satu orang guru disini untuk mengajar anak-anak tuna rungu,” jelasnya sambil tersenyum manis.
Nur Kumala berharap, anak-anak berkebutuhan khusus diterima baik di lingkungan masyarakat, setelah lulus sekolah siswa-siswi tersebut dapat bekerja ataupun membuka usaha dan tidak bergantung pada orang lain.
“Saya berharap para guru-guru yang mengajar di SLB untuk selalu semangat, selalu berkontribusi di pendidikan luar biasa dan semoga semakin kreatif agar siswa-siswinya berhasil,” harapnya sambil memperlihatkan senyuman yang tulus. (C8)