CATATAN.CO.ID, Sampit – Komplotan 5 perompak setelah tiga tahun beraksi di daerah aliran sungai (DAS) Barito berakhir di dalam jeruji besi. Ini setelah jajaran Direktorat Polairud Polda Kalimantan Tengah berhasil meringkus para pelaku pemerasan terhadap nahkoda kapal di Desa Tailo, Kecamatan Karau Kuala, Kabupaten Barito Selatan.
“Ke-5 pelaku pemerasan ditangkap oleh tim khusus saat melakukan aksinya terhadap nahkoda tugboat yang sedang menarik tongkang,” ujar Dirpolairud Polda Kalteng Kombes Pol Boby Pa’Ludin Tambunan, Selasa, 6 September 2022.
Ke-5 tersangka, IB (34), RM (44), AA (39), HD (39), dan MR (30). Mereka melakukan pemerasan dengan cara menaiki tugboat yang melintas di DAS Barito, lalu meminta uang dan minyak solar, untuk keperluan komplotan mereka.
“Pelaku kami tangkap pada 2 September 2022,” imbuh Boby.
Tertangkapnya para pelaku bermula ketika jajaran Ditpolairud Polda Kalteng mendapat informasi dari sejumlah nahkoda kapal bahwa di DAS Barito sering terjadi pemerasan atau dengan pengancaman oleh sejumlah preman mengunakan perahu kelotok.
Sehingga, dilakukan pengintaian dan ternyata 5 orang pelaku tengah beraksi dengan mendatangi tugboat yang sedang menarik tongkang. Mereka meminta agar nahkoda menyerahkan uang Rp 10 juta.
Namun karena nahkoda mengatakan tidak sanggup, para perompak tersebut menurunkan tawarannya menjadi Rp 5 juta dan 8 jerigen solar. Nahkoda kembali mengatakan ketidaksanggupannya.
Sehingga, para tersangka tersebut kembali menurunkan permintaannya yakni Rp 2,5 juta dan 3 jerigen solar. Selain itu, mereka juga mengancam akan memanggil lebih banyak preman jika tidak dituruti permintaan tersebut.
Karena takut, nahkoda terpaksa menyerahkan Rp 1 juta dan 2 buah jerigen solar. Korban berjanji akan menyerahkan uang sisa setelah sampai di tempat tujuan.
Saat di perjalanan tersebut, jajaran tim khusus Ditpolairud Polda Kalteng melakukan penangkapan terhadap 5 pelaku.
Boby mengatakan, aksi perompak terhadap sejumlah kapal di DAS Barito sudah terjadi sejak sekitar 3 tahun terakhir.
“Aksi pemerasan dan pengancaman ini sudah berjalan begitu lama. Bahkan dari pengakuan para pelaku sudah 3 tahun terakhir mereka beraksi,” ujarnya.
Mereka berlima menjadikan aksi tersebut sebagai pekerjaan. Uang yang didapat dibagi rata. “Jadi mereka ini satu kampung, sama-sama melakukan aksi pemerasan. Hasilnya juga dibagi sama rata, tanpa ada yang jadi bos atau pimpinan,” kata Boby.
Hasil yang didapat paling rendah Rp 2,5 juta, sedangkan paling tinggi bisa mencapai Rp10 juta. (C3)