CATATAN.CO.ID, Sampit – Massa dari Desa Ramban, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur nyaris dibuat meradang setelah mau mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) jumlah warga yang masuk dibatasi.
Adu argumen sempat terjadi, namun akhirnya teredam setelah akhirnya keinginan warga dituruti dan hampir semua mereka yang datang ke kantor DPRD Kotim diizinkan masuk.
Karliansyah koordinator warga Desa Ramban saat pertama diberi kesempatan dalam rapat mempercayakan izin dan legalitas dari perusahaan yang menurut mereka diduga bekerja secara ilegal.
Begitu juga dengan perwakilan warga, Radiman juga mempertanyakan hal tersebut, terutama terkait lahan PT MJSP seluas 1.455 hektare
“Bagaiman lahan 1.455 hektare milik PT MJSP itu legalitasnya,” tukasnya.
Sementara itu Ustad H Iwan Arsyad yang juga mewakili warga juga mempertanyakan hal tersebut, karena dari somasi terakhir warga dikatakan soal izin perusahaan dalam proses.
“Ketika ditanya izin masih dalam proses harusnya dalam proses tidak diperbolehkan untuk dikerjakan, penanaman dan lain sebagainya, karena terjadi demikian dampaknya dilakukan pemanenan, sehingga masyarakat yang kurang pemahaman akhirnya melakukan tindakan ditengah kondisi kehidupan mereka saat ini,” tukas Iwan Arsyad.
Begitu juga dengan H Jailani, di mana kata dia akibat permasalahan izin perusahaan ini mereka harus menjadi korban.
Bahkan kata dia anaknya kini salah satu yang diproses secara hukum di Polres Kotim dampak dari masalah lahan HTR dengan warga setempat.
Di sisi lain juga terungkap kalau hingga kini ternyata PT MJSP belum mengantongi hak guna usaha (HGU). Mereka masih menunggu penerbitan HGU. Itu ditegaskannya Kabag SDA Setda Kotim Rody Kamislan, Rabu, 26 Januari 2022.
Dalam kesempatan itu juga dijelaskannya terkait pembersihan lahan di areal hutan tanaman rakyat (HTR) Gapoktan Bagendang Raya.
Dijelaskan Rodi, pengerahan alat berat untuk land clearing yang diprotes warga itu yakni untuk kegiatan penanaman di IUPHK HTR penanaman kayu dan bukan untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit. Itu berdasarkan hasil konfirmasi mereka kepada pihak Gapoktanhut Bagendang Raya.
“Sayangnya waktu itu alatnya tidak ada titik koordinat sehingga tidak bisa kita dioverlay apakah benar di lahan Gapoktan atau di izin perkebunan perusahaan,” tukasnya.
Dalam kesempatan itu Rody juga menjelaskan soal izin PT MJSP, di mana pada 1 Oktober 2005 perusahaan sudah kantongi izin lokasi seluas 7.400 hektare, kemudian pada 1 Agustus 2013 dilakukan pembaharuan izin lokasi dan luasan berkurang jadi 5.893 hektare untuk IUPHK HTR.
Dalam perjalanannya kata dia luasan lahan itu terbit IUPHK HTR atas nama Gapoktan Bagendang Raya, yang kemudian luasannya direvisi untuk izin lokasi usaha perkebunan jadi 2.834 hektare
Karena dalam kawasan hutan baik itu HP dan HPK, pada 23 April 2015 perusahaan dapat izin pelepasan 750,03 hektare. Sementara itu terhadap sawit yang tertanam itu harus ada tukar guling sekitar 900,05 hektare dan itupun sudah dilakukan sehingga total lahan perkebunan yang mengantongi izin 1.656,74 hektare yang clear dan tinggal menunggu terbit HGU.
“Terhadap keterlanjuran itu dapat dispensasi baik yang sudah punya IUP atau tidak, ada skema penyelesainnya,” ucap Rody.
Sementara untuk lahan Gapoktanhut Bagendang Raya, kata Rody luasan lahannya seluas 3.500 hektare.
“Kami yakin jika dikelola dengan benar akan dapat nilai tambah bagi masyarakat setempat,” tukasnya.
Terkait izin usaha perkebunan PT MJSP, Pemkab Kotim menjanjamin adanya plasma 20 persen dengan luasan 320 hektare dari total luasan IUP mereka tersebut.
Menanggapi hal tersebut Yasmin, legal PT MJSP dalam kesempatan itu mengaku tidak lagi menjelaskan soal masalah izin mereka karena sudah jelas dalam penjelasan Pemkab Kotim.
Bahkan soal plasma diakuinya sudah mereka siapkan dan meminta agar desa yang mengatur, bahkan areal sudah diploting.
Adapun RDP tersebut dilakukan di DPRD Kotim yang dipimpin oleh Ketua DPRD Kotim, Rinie Anderson serta hadir sejumlah anggota lainnya serta perwakilan dari Pemkab Kotim dan instansi terkait lainnya.
RDP ini merupakan tindak lanjut dari aksi demo warga Desa Ramban beberapa waktu lalu terkait perizinan PT Menteng Jaya Sawit Perdana (MJSP). (C4)