CATATAN.CO.ID, Sampit– Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kotawaringin Timur saat gencar mencari strategis dalam menghadapi dan menangani ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal tersebut dilakukan seiring peralihan cuaca dari hujan menuju musim kemarau.
“Langkah ini diambil setelah munculnya beberapa titik api yang menjadi indikasi potensi kebakaran hutan di daerah kita,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Multazam, Senin, 15 Juli 2024.
Sambungnya, penurunan intensitas curah hujan yang menandai peralihan musim hujan ke musim kemarau meningkatkan risiko terjadinya kebakaran di daerah-daerah rawan. Bahkan, sejak akhir Juni lalu beberapa titik api sudah mulai terdeteksi.
“Kami telah mendeteksi beberapa titik api sejak akhir Juni lalu, khususnya di daerah Sawit Raya. Temuan ini menjadi sinyal awal bagi kami untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla, terutama di wilayah rawa,” ungkapnya.
Sebelumnya pada Minggu, 14 Juli 2024 BPBD Kotim melaporkan adanya dua titik karhutla yang terjadi di Jalan Antang Barat, Kecamatan Baamang dan Jalan RSUD Samuda, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan (MHS).
“Kebakaran kemarin itu melanda area dengan luas kurang dari satu hektare, kami dari BPBD Kotim bersama Damkar Pos MHS, aparat kepolisian, dan relawan setempat segera melakukan upaya pemadaman,” ungkapnya.
Multazam mengatakan, BPBD Kotim juga memanfaatkan teknologi terkini dalam upaya deteksi dini karhutla melalui Sistem Pemantau Air Lahan Gambut (Sipalaga) yang dikembangkan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Perlu diketahui, sistem tersebut memberikan informasi tentang ketinggian permukaan air di lahan gambut yang dapat digunakan untuk memperkirakan potensi kebakaran.
“Kami sudah melakukan koordinasi dengan pihak provinsi untuk meminta bantuan helikopter water bombing dalam kondisi darurat,”katanya.
Lanjutnya, menurut prakiraan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kabupaten Kotim saat ini berada dalam masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Musim kemarau diperkirakan akan berlangsung dari Agustus hingga Oktober, dengan puncak kemarau terjadi pada Agustus. Selama periode ini, diprediksi akan terjadi kekeringan yang cukup parah, yang berpotensi meningkatkan risiko kebakaran.
“Untuk menghadapi tantangan tersebut, Pemkab telah menetapkan Status Siaga Darurat Bencana Karhutla selama 90 hari, mulai 4 Juli hingga 1 Oktober 2024. Kami juga meminta dukungan operasi udara berupa helikopter water bombing kepada Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPB-PK) Kalteng yang disiagakan di Bandara Haji Asan Sampit,” lanjutnya.
Multazam berharap, dengan berbagai langkah tersebut, dapat mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan serta melindungi ekosistem dan masyarakat dari dampak negatif karhutla.(C8)