CATATAN.CO.ID, Sampit – Konflik antara satwa liar dan manusia kembali terjadi di Desa Bagendang Hilir, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Kali ini, induk dan anak orangutan dilaporkan merusak kebun kelapa sawit milik warga setempat, menyebabkan kerusakan serius pada tanaman sawit mereka.
Peristiwa tersebut terjadi pada Selasa, 8 Oktober 2024, saat warga melaporkan kemunculan dua individu orangutan yang berkeliaran di kebun milik Agus, salah satu petani setempat. Hal ini mengakibatkan kerusakan pada pohon kelapa sawit di area tersebut, yang menciptakan keresahan di kalangan warga yang mengandalkan sawit sebagai mata pencaharian.
Merespons laporan tersebut, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit segera mengambil tindakan. “Kami langsung melakukan observasi di lokasi kebun pada hari Rabu, 9 Oktober 2024, mulai pukul 09.00 hingga 12.00 WIB,” ungkap Muriansyah, Komandan BKSDA Resort Sampit. Namun, dalam upaya pencarian tersebut, tim belum menemukan keberadaan orangutan di lokasi.
Menurut Muriansyah, pelapor mengidentifikasi dua orangutan, yang terdiri dari induk dan anaknya, terlihat berkeliaran di area kebun yang sudah lama tidak terurus. Kondisi kebun yang penuh semak belukar dan pohon-pohon liar membuat situasi semakin kompleks.
“Kami menemukan 11 sarang orangutan di sekitar kebun dengan luas sekitar 3,5 hektar,” kata Muriansyah. Sarang-sarang tersebut terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu tiga sarang kelas 1, lima sarang kelas 2, dan tiga sarang kelas 3, menunjukkan bahwa orangutan mungkin sudah lama tinggal di area tersebut.
Kerusakan terbesar dilaporkan di kebun Agus, di mana ratusan pohon kelapa sawit mengalami kerusakan pada bagian umbutnya. Selain kebun Agus, kebun sawit milik warga lain bernama Purba yang berdekatan dengan lokasi juga mengalami hal serupa, dengan orangutan merusak dan memakan umbut kelapa sawit yang baru ditanam.
Sebagai langkah pencegahan, BKSDA memberikan pengarahan kepada warga sekitar agar segera melaporkan apabila melihat orangutan kembali memasuki area kebun. “Kami juga telah menjelaskan tentang perilaku orangutan kepada para pemilik kebun agar mereka lebih memahami situasi ini dan dapat bertindak dengan tepat,” tutup Muriansyah.
Konflik antara manusia dan satwa liar seperti ini memang sering terjadi, terutama di daerah yang menjadi habitat alami orangutan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam menemukan solusi yang menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi warga dan pelestarian lingkungan serta satwa liar yang dilindungi. (C4)