CATATAN.CO.ID, Sampit – Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kotawaringin Timur Halikinnor terus menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, terutama terkait realisasi program plasma sawit 20 persen yang hingga kini belum sepenuhnya diberikan kepada masyarakat Kotim. Sebagai tokoh yang dekat dengan masyarakat, Halikinnor menyadari pentingnya kolaborasi antara Dewan Adat Dayak (DAD), damang, mantir, serta pemerintah kecamatan untuk memastikan hak-hak ini terpenuhi.
Halikinnor menyampaikan bahwa meskipun ada beberapa perusahaan yang telah merealisasikan plasma, banyak yang masih belum memenuhi target 20 persen sesuai peraturan. Ia menekankan pentingnya peran semua pihak untuk mengawasi dan memastikan kewajiban perusahaan tersebut terlaksana.
“Walaupun sebagian sudah berjalan, masih banyak yang belum mencapai 20 persen. Ini adalah tugas kita bersama untuk memastikan perusahaan memenuhi kewajibannya,” kata Halikinnor dalam acara peletakan batu pertama pembangunan Kantor Damang Kecamatan Mentaya Hulu, Minggu, 29 September 2024. Ia juga menekankan bahwa pengawasan dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat adat akan menjadi kunci utama dalam mendorong keberhasilan program ini.
Sebagai langkah konkret, Halikinnor mengapresiasi adanya regulasi baru terkait Kredit Usaha Produktif (KUP) yang dapat menjadi solusi jika lahan untuk plasma terbatas. Dalam skema ini, perusahaan dapat memberikan kompensasi berupa usaha produktif yang dihitung berdasarkan luas hektare lahan, sehingga masyarakat tetap mendapatkan manfaat ekonomi. Menurutnya, ini adalah cara yang efektif untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga meskipun ada kendala dalam penyediaan lahan plasma.
“Kehadiran perusahaan harus berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat, baik melalui program plasma atau usaha produktif lainnya,” jelas Halikinnor. Ia menambahkan bahwa pendekatan ini menunjukkan fleksibilitas pemerintah dalam mencari solusi yang berpihak pada masyarakat.
Tidak hanya menyoroti soal plasma, Halikinnor juga menekankan pentingnya peran perusahaan dalam membantu pemerintah membangun infrastruktur, terutama jalan-jalan di daerah operasional perusahaan. Menurutnya, keterbatasan anggaran pemerintah daerah, khususnya yang berasal dari APBD, membuat pemerintah tidak bisa sendirian menangani semua masalah infrastruktur di wilayah ini.
“Kita perlu bekerja sama, dan tidak bisa hanya mengandalkan anggaran pemerintah. Perusahaan harus ikut ambil bagian dalam memperbaiki infrastruktur di wilayah operasionalnya,” tegas Halikinnor.
Dengan keterbatasan anggaran dan sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah daerah, Halikinnor percaya bahwa pembangunan Kotim, terutama di wilayah terpencil, hanya bisa berhasil dengan kolaborasi yang solid antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Ia berharap perusahaan dapat lebih aktif berperan, baik dalam merealisasikan plasma maupun turut serta dalam pembangunan infrastruktur, agar manfaat dari keberadaan perusahaan benar-benar dirasakan oleh masyarakat lokal.
Pernyataan Halikinnor ini mempertegas visi kepemimpinannya yang selalu berpihak kepada kepentingan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan di Kotawaringin Timur. Kolaborasi yang ia dorong diharapkan bisa mempercepat realisasi program-program penting seperti plasma sawit dan perbaikan infrastruktur, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan warga Kotim. (C4)